Monday, March 1, 2021

Visi, Misi, Tujuan dan Hukum Pernikahan (Fiqh (II) Mu'amalah)

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
            Fiqh menurut terminologi, berarti pengetahuan keagamaan yang mencakup seluruh ajaran agama, baik berupa akidah, akhlak, maupun amaliah (ibadah), yakni sama dengan arti syariah islamiyyah. Namun, pada perkembangan selanjutnya, fikih diartikan sebagai bagian dari syariah islamiyyah, yaitu pengetahuan tentang hukum syariah islamiyyah yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang telah dewasa dan berakal sehat yang diambil dari dalil-dalil yang terinci. Selain itu fiqh juga terdapat cabang-cabang ilmunya, seperti halnya bab pernikahan yang terdapat pada fiqh munakahat
            Allah SWT telah menciptakan segala sesuatu dengan berpasang-pasangan, ada lelaki ada perempuan, salah satu ciri makhluk hidup adalah berkembang biak yang bertujuan untuk meneruskan generasi atau melanjutkan keturunan. Oleh sebab itu Allah SWT memberikan manusia karunia berupa pernikahan untuk memasuki jenjang hidup baru yang bertujuan untuk melanjutkan dan melestarikan generasinya.
        Untuk merealisasikan terjadinya kesatuan dari dua sifat tersebut menjadi sebuah hubungan yang benar-benar manusiawi, maka Islam telah datang dengan membawa ajaran pernikahan yang sesuai dengan syariat-Nya. Islam menjadikan lembaga pernikahan,agar lahir keturunan secara terhormat, maka pernikahan adalah satu hal yang wajar jika  dikatakan sebagai suatu peristiwa dan sangat diharapkan oleh mereka yang ingin menjaga kesucian fitrah. Adapun makalah ini akan membahas mengenai pengertian, visi, misi tujuan dan hukum pernikahan.
           
B.     Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah makalah ini adalah sebagai berikut :
1.    Apa pengertian pernikahan ?
2.    Bagaimana visi pernikahan ?
3.    Bagaimana misi pernikahan ?
4.    Bagaimana tujuan pernikahan ?
5.    Bagaimana hukum pernikahan ?

C.    Tujuan Penulisan
Tujuan Penulisan Makalah ini adalah :
1.    Mengetahui pengertian pernikahan
2.    Mengetahui visi pernikahan
3.    Mengetahui misi pernikahan
4.    Mengetahui tujuan pernikahan
5.    Mengetahui hukum pernikahan

D.    Manfaat Penulisan
            Supaya saya dan para pembaca dapat mengetahui dan memahami pengertian, visi, misi, tujuan dan hukum pernikahan beserta dalil-dalil Al-Qur’an dan hadits yang bersangkutan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk saya dan para pembaca serta dapat dijadikan sebagai rujukan.





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pernikahan
Dalam bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata “kawin” yang menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis,  melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh. Perkawinan disebut juga “pernikahan”. Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist, pernikahan disebut dengan berasal dari kata an-nikh dan azziwaj yang memiliki arti melalui, menginjak, berjalan di atas,  menaiki, dan bersenggema atau bersetubuh.                                    Di sisi lain nikah juga berasal dari istilah Adh-dhammu, yang memiliki arti merangkum, menyatukan dan mengumpulkan serta sikap yang ramah.  adapun pernikahan yang berasal dari kata aljam’u yang berarti menghimpun atau mengumpulkan. Pernikahan dalam istilah ilmu fiqih disebut ( زواج ), ( نكاح ) keduanya berasal dari bahasa arab. Nikah dalam bahasa arab mempunyai dua arti yaitu ( الوطء والضم ) baik arti secara hakiki ( الضم ) yakni menindih atau berhimpit serta arti dalam kiasan ( الوطء ) yakni perjanjian atau bersetubuh.
Ta’rif pernikahan ialah akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban serta tolong-menolong antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bukan mahram. Terdapat dalam firman Allah SWT :
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَىٰ فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَلَّا تَعُولُوا
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS. An-Nisa : 3)
Adapun makna tentang pernikahan secara istilah masing-masing ulama fiqh memiliki pendapatnya sendiri antara lain :
1)      Ulama Hanafiyah mengartikan pernikahan sebagai suatu akad yang membuat pernikahan menjadikan  seorang laki-laki dapat memiliki dan menggunakan perempuan termasuk seluruh anggota badannya untuk mendapatkan sebuah kepuasan atau kenikmatan.
2)      Ulama Syafi’iyah menyebutkan bahwa pernikahan adalah suatu akad dengan menggunakan lafal حُ حاكَكنِن , atau كَ ز كَ وا حُ ج , yang memiliki arti pernikahan menyebabkan pasangan mendapatkan kesenanagn.
3)      Ulama Malikiyah menyebutkan bahwa pernikahan adalah suatu akad atau perjanjian yang dilakukan untuk mendapatkan kepuasan tanpa adanya harga yang dibayar.
4)      Ulama Hanabilah menyebutkan bahwa pernikahan adalah akad dengan menggunakan lafal انِ نْ ن كَ كا حُ ح atau كَ نْ نِ و نْ حُ ج yang artinya pernikahan membuat laki-laki dan perempuan dapat memiliki kepuasan satu sama lain.
5)      Saleh Al Utsaimin, berpendapat bahwa nikah adalah pertalian hubungan antara laki-laki dan perempuan dengan maksud agar masing-masing dapat menikmati yang lain dan untuk membentuk keluaga yang saleh dan membangun masyarakat yang bersih
6)      Muhammad Abu Zahrah di dalam kitabnya al-ahwal al-syakhsiyyah, menjelaskan bahwa  nikah adalah  akad yang berakibat pasangan laki-laki dan wanita menjadi halal dalam melakukan bersenggema serta adanya hak dan kewajiban diantara keduanya.

B.     Visi Pernikahan        
            Visi merupakan serangkaian kata yang menunjukkan impian, cita-cita atau nilai inti sebuah organisasi, perusahaan atau instansi. Visi merupakan tujuan masa depan sebuah instansi, organisasi, atau perusahaan. Visi juga adalah pikiran-pikiran yang ada di dalam benak para pendiri. Pikiran-pikiran tersebut adalah gambaran tentang masa depan yang ingin dicapai. Maka dalam sebuah pernikahan juga terdapat visi yang ingin diraih oleh dua insan yang bersatu dalam ikatan pernikahan, visi pernikahan dalam Al-Qur’an tersebut termaktub dalam tiga ayat berikut :
1)        Surah Al-Furqon ayat 74
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
“Dan orang-orang yang berkata : “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Furqon : 74)
Dalam ayat diatas termaktub visi dari sebuah pernikahan yaitu sebuah do’a atau harapan atau juga sering disebut sebagai visi yaitu pasangan dan keturunan sebagai penyenang hati serta harapan agar jadikan imam bagi orang-orang yang bertakwa. Tiga kata dalam surah ini yang mengkiaskan visi pernikahan adalah pasangan, keturunan serta imam bagi orang-orang yang bertakwa (generasi berkualitas). 
2)        Surah At-Tahrim ayat 6 
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarna adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkannya.” (QS.At Tahrim : 6)
Pada surah At-Tahrim ini Allah mengingatkan kita khususnya para keluarga akan kehidupan setelah mati nanti, dimana setiap amal perbuatan dunia akan dipertanggungjawabkan. Ayat ini juga mengingatkan kita khususnya para keluarga agar menumbuhkan kesadaran akan hari akhir serta hari pembalasan kepada setiap anggota keluarganya. Visi pernikahan yang termaktub dalam surah ini adalah visi untuk menjaga diri sendiri dan keluarga dari neraka yang juga memiliki makna agar menggapai syurga-Nya Allah SWT sekeluarga.
3)        Surah At-Tur ayat 21
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ ۚ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ
“Dan orang-orang yang beriman, dan anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (QS.At-Tur : 21)
Pada surah ini Allah memberikan sebuah hadiah bagi siapa saja yang diantara kita yang menjaga keimanan dan hadiahnya adalah sebuah keterikatan dengan keluarga lainya serta juga hadiah berupa pahala dari Allah SWT. Setiap kebaikan yang kita kerjakan, yang kita tumbuhkan dalam keluarga kita serta kita wariskan pada anak cucu kita kelak akan berbuah manis yaitu pertemuan indah di syurga-Nya kelak.
Dari ketiga surah diatas kalau kita cermati Allah SWT lebih menekankan pada kita tentang keturunan dan kehidupan setelah mati yaitu syurga dan neraka. Inilah sebuah visi mulia dari Al-quran, visi yang tak hanya berbicara tentang kebahagiaan di dunia namun juga hingga ke syurga-Nya kelak, visi yang tak hanya berharap indah dan bahagianya sebuah pernikahan namun juga kebersamaan hingga ke syurga-Nya kelak.

C.    Misi Pernikahan       
            Sebelum visi terlaksana tentu ada langkah-langkah atau proses untuk mencapainya dan proses tersebut atau langkah-langkah tersebut dinamakan sebagai misi. Misi Adalah tahapan-tahapan yang harus dilalui untuk mencapai visi tersebut. Selain itu, misi juga merupakan deskripsi atau tujuan mengapa perusahaan, organisasi atau instansi tersebut berada di tengah-tengah masyarakat. Maka tentu dalam sebuah pernikahan memiliki sebuah misi, misi pernikahan tersebut diantaranya :
1)        Menjadikan ketaatan pada Allah sebagai prioritas utama.
2)        Menjadikan prinsip senang dan susa, kaya maupun sempit, adalah bagian dari ujian-Nya.
3)        Istiqamah menjadi keluarga yang kokoh di jalan dakwah sampai Allah beri kemenangan atau kita syahid memperjuangkannya.
4)        Membentuk pribadi yang baik.
5)        Membangun keluarga muslim.
6)        Mencapai derajat takwa yang sebenarnya.
7)        Memperoleh hidup mulia atau mati syahid.

D.    Tujuan Pernikahan
            Tujuan pernikahan menurut agama Islam ialah memenuhi petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia. Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga; sejahtera artinya terciptanya ketenangan lahir dan batin disebabkan terpenuhinya keperluan hidup lahir dan batinnya, sehingga timbullah kebahagiaan, yakni kasih sayang antar anggota keluarga.           Manusia diciptakan Allah SWT mempunyai naluri manusiawi yang perlu mendapat pemenuhan. Dalam pada itu manusia diciptakan oleh Allah SWT untuk mengabdikan dirinya kepada Khaliq penciptanya dengan segala aktivitas hidupnya. Pemenuhan naluri manusiawi manusia yang antara lain keperluan biologisnya termasuk aktivitas hidup agar manusia menuruti tujuan kejadiannya, Allah SWT mengatur hidup manusia dengan aturan pernikahan. Jadi aturan pernikahan menurut Islam merupakan tuntunan agama yang perlu mendapat perhatian, Sehingga tujuan melangsungkan perkawinan pun hendaknya ditujukan untuk memenuhi petunjuk agama. Sehingga kalau diringkas ada dua tujuan orang melangsungkan pernikahan ialah memenuhi nalurinya dan memenuhi petunjuk agama.
            Mengenai naluri manusia terdapat pada QS. Ali Imran ayat 14 :
.....زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ ٱلشَّهَوَٰتِ مِنَ ٱلنِّسَآءِ وَٱلْبَنِينَ وَٱلْقَنَٰطِيرِ ٱلْمُقَنطَرَةِ
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak . . .  
Dari ayat ini jelas bahwa manusia mempunyai kecendenmgan terhadap cinta wanita, cinta anak keturunan dan cinta harta kekayaan. Dalam pada itu manusia mempunyai fitrah mengenal kepada Tuhan sebagaimana tersebut pada QS. Ar-Rum ayat 30 :
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا ۚ فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menuruy fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
Dan perlulah pengenalan terhadap Allah itu dalam bentuk pengamalan agama.
            Dari dua tujuan di atas dan memperhatikan uraian Imam AI-Ghazali dalam Ihyanya tentang faedah melangsungkan pernikahan, maka tujuan pernikahan itu dapat dikembangkan menjadi lima yaitu :
1)      Mendapatkan dan melangsungkan keturunan.
Naluri manusia mempunyai kecenderungan untuk mempunyai keturunan yang sah keabsahan nak keturunan yang diakui oleh dirinya sendir, masyarakat, negara dan kebenaran keyakinan agama Islam memberi jalan untuk itu. Al-Qur’an juga menganjurkan agar manusia selalu berdo’a agar dianugerahi putra yang menjadi mutiara dari istrinya, sebagaimana tercantum dalam surah Al-Furqan ayat 74 :
 وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
“Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.”
2)      Memenuhi hajat manusia untuk menyalurkan syahwatnya dan menumpahkan kasih sayangnya.
Oleh Al-Qur’an dilukiskan bahwa pria dan wanita bagaikan pakaian, artinya yang satu memerlukan yang lain, sebagaimana tersebut pada surah Al-Baqarah ayat 187 yang menyatakan :
...أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَائِكُمْ ۚ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ ۗ
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka...”.
Di samping pernikahan untuk pengaturan naluri seksual juga untuk menyalurkan cinta dan kasih sayang dikalangan pria dan wanita secara harmonis dan bertanggung jawab. Pernikahan mengikat adanya kebebasan menumpahkan cinta dan kasih sayang secara harmonis dan bertanggung jawab melaksanakan kewajiban.
3)      Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan.
Nafsu condong untuk mengajak kepada perbuatan yang tidak baik, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an surah Yusuf ayat 53 :
.... إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ ....
“...sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan...”
Dorongan nafsu utama adalah nafsu seksual, maka dengan pernikahan dapat mengurangi atau dapat mengembalikan gejolak nafsu seksual, seperti yang disebutkan dalam hadits Nabi SAW :
“...sesungguhnya pernikahan itu dapat mengurangi liarnya pandangan dan dapat menjaga kehormatan...”
4)      Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak serta kewajiban, juga bersungguh sungguh untuk memperoleh harta kekayaan yang halal.
Suami istri yang pernikahannya didasarkan pada pengamalan agama, jerih payah dalam usahanya dan upayanya mencari keperluan hidupnya dan keluarga yang dibinanya dapat digolongkan ibadah dalam arti luas. Dengan demikian, melalui rumah tangga dapat ditimbulkan gairah bckerja dan bcrtanggung jawab serta berusaha mencari harta yang halal.
5)      Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tenteram atas dasar cinta dan kasih sayang.
Allah menjadikan unit keluarga yang dibina dengan pernikahan antara suami istri dalam membentuk ketenangan dan ketenteraman serta megembangkan cinta dan kasih sayang sesama warganya.
Demikian diungkapkan dalam Al-Quran surat Ar-Rum ayat 21 :
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”

E.     Hukum Pernikahan
Sebagaimana ibadah lainnya, pernikahan memiliki dasar hukum yang menjadikannya disarankan untuk dilakukan oleh umat islam. Adapun dasar hukum pernikahan berdasarkan Al Qur’an dan Hadits adalah sebagai berikut :
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (Q.S. An-Nisaa’ : 1).
”Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu,dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian- Nya) lagi Maha mengetahui” .(Q.S. An-Nuur : 32)
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan- Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (Q.S. Ar-Ruum : 21).
”Wahai para pemuda, siapa saja diantara kalian yang telah memiliki kemampuan untuk menikah, hendaklah dia menikah; karena menikah lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Adapun bagi siapa saja yang belum mampu menikah, hendaklah ia berpuasa; karena berpuasa itu merupakan peredam (syahwat)nya”.
1)      Melakukan Perkawinan yang Hukumnya Wajib.
Bagi orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk kawin dan dikhawatirkan akan tergelincir pada perbuatan zina seandainya tidak kawin, maka hukum melakukan perkawinan bagi orang tersebut adalah wajib. Hal ini didasarkan pada pemikiran hukum bahwa setiap muslim wajib menjaga diri untuk tidak berbuat yang terlarang. Jika penjagaan diri itu harus dengan melakukan perkawinan, sedang menjaga diri itu wajib, maka hukum melakukan perkawinan itupun wajib sesuai dengan kaidah:
"Sesuatu yang wajib tidak sempurna kecuali dengannya, maka sesuatu itu hukumnya wajib juga."
Kaidah lain mengatakan:
"Sarana itu hukumnya sama dengan hukum yang dituju"
Hukum melakukan perkawinan bagi orang tersebut merupakan hukum sarana sama dengan hukum pokok yakni menjaga diri dari perbuatan maksiat.
2)      Melakukan Perkawinan yang Hukumnya Sunnat.
Orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk melangsungkan perkawinan, tetapi kal au tidak ' kawin tidak dikhawatirkan akan berbuat zina, maka hukum melakukan perkawinan bagi orang tersebut adalah sunnat Alasan menetapkan hukum sunnat itu ialah dari anjuran Al-Quran seperti tersebut dalam surat An~Nur ayat 32 dan hadits Nabi yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas’ud yang dikemukakan dalam menerangkan sikap agama Islam terhadap perkawinan. Baik ayat Al-Quran maupun As-Sunnah tersebut berbentuk perintah, tetapi berdasarkan qorinah-qorinah yang ada, perintah Nabi tidak memfaedahkan hukum wajib, tetapi hukum sunnat saja.
3)      Melakukan Pernikahan yang Hukumnya Haram.
Bagi orang yang tidak mempunyai keinginan dan tidak mempunyai kemampuan serta tanggung jawab untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam rumah tangga sehingga apabila melangsungkan perkawinan akan terlantarlah dirinya dan istrinya, maka hukum melakukan perkawinan bagi orang tersebut adalah haram Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 195 melarang orang melakukan hal yang akan mendatangkan kerusakan:
....Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan....
Termasuk juga hukumnya haram perkawinan bila seseorang kawin dengan maksud untuk menerlantarkan orang lain, masalah wanita yang dikawini itu tidak diurus hanya agar wanita itu tidak dapat kawin dengan orang lain.
4)      Melakukan Pernikahan yang Hukumnya Makruh
Bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukan perkawinan juga cukup mempunyai kemampuan untuk menahan diri sehingga tidak memungkinkan dirinya tergelincir berbuat zina sekiranya tidak kawin. Hanya saja orang ini tidak mempunyai keinginan yang kuat untuk dapat memenuhi kewajiban suami istn' dengan baik.
5)      Melakukan Pernikahan yang Hukumnya Mubah.
Bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukannya, tetapi apabila tidak melakukannya tidak khawatir akan berbuat zina dan apabila melakukannya juga tidak akan menerlantarkan istri. Perkawinan orang tersebut hanya didasarkan untuk memenuhi kesenangan bukan dengan tujuan menjaga kehormatan agamanya dan membina keluarga sejahtera. Hukum mubah ini juga ditujukan bagi orang yang antara pendorong dan penghambatnya untuk kawin itu sama, sehingga menimbulkan keraguan orang yang akan melakukan kawin, seperti mempunyai keinginan tetapi belum mempunyai kemampuan, mempunyai kemampuan untuk melakukat tetapi belum mempunyai kemauan yang kuat.
  



  
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
            Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan makalah ini adalah :
1)        Bahwa pernikahan adalah suatu akad yang membuat pernikahan menjadikan  seorang laki-laki dapat memiliki dan menggunakan perempuan termasuk seluruh anggota badannya untuk mendapatkan sebuah kepuasan atau kenikmatan.
2)        Visi dari pernikahan adalah :
a)    Pasangan, keturunan serta imam bagi orang-orang yang bertakwa (generasi berkualitas).
b)    Menjaga diri sendiri dan keluarga dari neraka yang juga memiliki makna agar menggapai syurga-Nya Allah SWT sekeluarga.
c)    Menjaga keimanan dan hadiahnya adalah sebuah keterikatan dengan keluarga lainya serta juga hadiah berupa pahala dari Allah SWT
3)        Misi dari pernikahan adalah :
a)    Menjadikan ketaatan pada Allah sebagai prioritas utama.
b)    Menjadikan prinsip senang dan susa, kaya maupun sempit, adalah bagian dari ujian-Nya.
c)    Istiqamah menjadi keluarga yang kokoh di jalan dakwah sampai Allah beri kemenangan atau kita syahid memperjuangkannya.
d)   Membentuk pribadi yang baik.
e)    Membangun keluarga muslim.
f)     Mencapai derajat takwa yang sebenarnya.
g)    Memperoleh hidup mulia atau mati syahid.
4)        Terdapat beberapa tujuan pernikahan, yaitu :
a)    Mendapatkan dan melangsungkan keturunan.
b)    Memenuhi hajat manusia untuk menyalurkan syahwatnya dan menumpahkan kasih sayangnya.
c)    Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dar kejahatan dan kerusakan.
d)   Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak serta kewajiban, juga bersungguh sungguh untuk memperoleh harta kekayaan yang halal.
e)    Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tenteram atas dasar cinta dan kasih sayang.
5)        Hukum-hukum dalam pernikahan diantaranya :
a)    Wajib, jika orang tersebut memiliki kemampuan untuk meinkah dan jika tidak menikah ia bisa tergelincir perbuatan zina
b)   Sunnah, berlaku bagi seseorang yang memiliki kemampuan untuk menikah namun jika tidak menikah ia tidak akan tergelincir perbuatan zina
c)    Makruh, jika ia memiliki kemampuan untuk menikah dan mampu menahan diri dari zina tapi ia memiliki keinginan yang kuat untuk menikah.
d)   Mubah, jika seseorang hanya menikah meskipun ia memiliki kemampuan untuk menikah dan mampu menghindarkan diri dari zina, ia hanya menikah untuk kesenangan semata
e)    Haram, jika seseorang tidak memiliki kemampuan untuk menikah dan dikhawatirkan jika menikah ia akan menelantarkan istrinya atau tidak dapat memenuhi kewajiban suami terhadap istri dan sebaliknya istri tidak dapat memenuhi kewajiban istri terhadap suaminya. Pernikahan juga haram hukumnya apabila menikahi mahram atau pernikahan sedarah.

B.     Saran
            Dengan dibuatnya makalah ini semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca dan kami selaku pembuat makalah. Saya berharap makalah ini dapat menjadi rujukan atau referensi bagi para pembaca. Serta saya dengan terbuka menerima masukan-masukan dari para pembaca.






DAFTAR PUSTAKA


(n.d.). Retrieved from Tafsir Web: Referensi: https://tafsirweb.com/7394-surat-ar-rum-ayat-30.html
Efendy. (2018, Juli 21). Efendy. Retrieved from https://efendyroom.wordpress.com/2018/07/21/jangan-sekalipun-sepelekan-visi-misi-pernikahan/ ,
Ghazaly, H. A. (2003). Fiqh Munakahat. Jakarta: Prenada Media.
Ghazi, U. (2018). Elmina Hijab. Retrieved from https://www.elmina.id/inilah-visi-mulia-pernikahan-menurut-al-quran/
Peken, M. (2015, November 22). Retrieved from kompasiana.com: https://www.kompasiana.com/sapeken/56518d46ae7a615109fae4fa/visi-misi-sebuah-pernikahan?page=allv
Pengertian Fiqh Secara Bahasa dan Istilah. (2015, februari 3). Retrieved from http://mysharing.co/pengertian-fikih-secara-bahasa-dan-istilah/
Rasjid, H. S. (2010). Fiqh Islam (Hukum Fiqh Islam). Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Rosalia, A. (2016, Juni 8). Retrieved from dalamislam.com: https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/fiqih-pernikahan
Salamadian. (2017, Agustus 30). salamadian muda dan berilmu. Retrieved from https://salamadian.com/pengertian-contoh-perbedaan-visi-dan-misi/
Tafsir Web. (n.d.). Retrieved from Referensi: https://tafsirweb.com/6330-surat-al-furqan-ayat-74.html
Tafsir Web. (n.d.). Retrieved from Referensi: https://tafsirweb.com/697-surat-al-baqarah-ayat-187.html
Tafsir Web. (n.d.). Retrieved from Referensi: https://tafsirweb.com/3791-surat-yusuf-ayat-53.html
Tafsir Web. (n.d.). Retrieved from Referensi: https://tafsirweb.com/7385-surat-ar-rum-ayat-21.html
Tafsir Web. (n.d.). Retrieved from https://tafsirweb.com/6330-surat-al-furqan-ayat-74.html
Tafsir Web. (n.d.). Retrieved from https://tafsirweb.com/10037-surat-at-tur-ayat-21.html
Tafsir Web. (2019). Retrieved from https://tafsirweb.com/1535-surat-an-nisa-ayat-3.html